Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

I’m a muslim in Tokyo

 



I’m a muslim

Mengapa tadi kau marah saat aku menyangkut pautkan tuhanmu? Mengapa kau membelanya? Bukankah tuhan itu tak pernah ada?

 

 

Langit malam mulai menghiasi indahnya kota Tokyo. Lalu-lalang kendaraan masih berjalan normal. Namun terlihat sangat jarang karena mayoritas penduduknya lebih senang dengan berjalan kaki.

Dari sekian kendaraan tersebut, tampaklah mobil mewah berwarna putih, berhenti tepat di depan salah satu restaurant. Pemuda tampan berjaket tebal dengan rambut pirang turun dari mobil tersebut. la berjalan cepat memasuki restaurant lalu duduk dengan seorang lelaki separuh baya yang sedari tadi telah menunggunya.

"Lama tak bertemu, Nak. Rupanya kau sudah besar." sapa lelaki separuh baya tersebut. Sedangkan pemuda itu hanya bisa tersenyum.

"Paman... mengapa kau baru kembali ke Jepang? Dan sebenarnya apa yang kau lakukan di Hongkong?" tanya pemuda tersebut. Laki-laki separuh baya itu tak langsung menjawab, ia masih sibuk menyeruput secangkir coffe yang ada di meja.

"Hahaha... Haruma, bukankah kau tau jika pamanmu ini sibuk mengurusi bisnis." jelasnya.

"Tetapi, bukankah Paman Kitoko masih pulang sejenak dan kembali lagi ke Hongkong?" gerutu Haruma.

"Kau benar, Nak. Baiklah kalau begitu Paman akan melakukan apa yang kau katakan." jawabnya membuat Haruma senang.

"Paman Kitoko, apakah kau sebenarnya selama ini ada sesuatu yang berkecamuk dalam otakku. Aku juga tak mengerti apakah itu. Terkadang aku merasa lemah, bingung dan gelisah, dan aku merasa tak ada satupun sandaran yang bisa menolongku dan meyakinkanku kalau semuanya baik-baik saja." jelas Haruma tertunduk.

"Apa yang kau katakan, Nak? Haruma, apakah keberadaan Pamanmu ini tak kau anggap? Jika kau ada suatu masalah, maka Paman akan membantumu."

"Aku tahu itu, Paman. Tetapi maksudku bukan seperti itu” Paman Kitoko mengerutkan keningnya, ia tak mengerti maksud perkataan keponakannya.

            "Mungkinkah kau mempermasalahkan tentang..... Tuhan, Haruma?" tebak pamannya.

"Entahlah Paman, tapi aku sangat yakin jika Tuhan itu tak pernah ada."

"Kau benar, Nak. Tuhan memang tak pernah ada. Paman juga heran, mengapa semua orang sangat yakin dengan adanya Tuhan. Mereka beribadah, berdo'a dan memuji kepada Tuhan-Tuhan mereka. Mereka adalah orang bodoh yang dengan mudahnya percaya begitu saja kepada Tuhan." gerutu paman Kitoko.

"Kau benar, Paman. Aku juga benci kepada mereka yang bertuhan." jelas Haruma.

***

08.00 am. Cahaya putih itu menyilaukan kedua mata sipitnya. Dengan segera ia menutup kedua matanya dengan tangannya. Tetapi, ia berusaha agar tetap bisa melihat keadaan di sekitarnya. Walaupun sinar tersebut menghalangi penglihatannya, tempat seluas tanah lapang itu terlihat sangat jelas. Bersamaan dengan semakin pudarnya sinar, ia merasakan kedamaian, sejuk dan rasa senang, namun tidak lama kemudian, ia tersadar.

"Tempat apakah ini?" tanyanya sendiri bingung.

"Haruma..."

Terdengar suara samar memanggilnya, namun ia masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Ibu?.... Ayah?...."

Haruma terkejut ketika ia tahu kalau asal suara itu dari dua sosok orang yang sangat ia cintai, yang mana selama ini tak pernah lagi berada di sampingnya. Air matanya jatuh begitu saja.

"Kau telihat semakin tampan, Nak...." bisik kedua orangtuanya seraya memeluk erat dirinya.

"Ibu... Ayah... bagaimana bisa kita berada di sini? Sebenarnya tempat apakah ini?" tanya Haruma bingung. Sedangkan ibu dan ayahnya hanya membalas dengan senyuman.

"Kau tidak perlu mengetahui tentang hal ini, Nak. Sekarang, pulanglah karena kau tak bisa berada di sini terlalu lama lagi perintah ayahnya.

"Lalu, bagaimana dengan kalian, apakah kalian tidak ikut bersamaku?" Ayah dan ibunya hanya membalas dengan senyuman lagi.

"Nak, kami tahu ada sesuatu yang membuatmu gelisah dan bingung. Ibu dan Ayah sangat berharap kau segera menemukan solusinya. Ingatlah, Nak. Kebeneran itu akan segera datang menyusulmu." jelas ibunya meyakinkan Haruma.

"Maksud Ibu kebenaran tenang apa?" tanya Haruma tak mengerti.

Cahaya putih itu datang lagi sebelum Haruma mendapatkan jawaban dari ayah dan ibunya, menyilaukan pada kedua mata sipitnya.

"Tuan Haruma, anda baik-baik saja, kan?" tanya seorang pelayan yang dari tadi mengetuk kamar Haruma, karena ia mendengar Haruma memanggil manggil ibu dan ayahnya.

Haruma membuka perlahan kedua matanya dan ia merasakan sakit di kepalanya. Tak lama kemudian, ia menyadari jika ia bermimpi dan mimpi itu sama dengan hari-hari sebelumnya.

"Tuan Haruma, anda baik -baik saja, kan?" Terdengar lagi suara pelayannya. "Ya, aku baik-baik saja." jawab Haruma. "Saya membawakan sarapan pagi untuk anda, jadi bolehkah saya masuk?"

"Silahkan." jawabnya. Segelas susu dan 3 lapis roti ia taruh dengan rapi di meja yang berada di samping kasur Haruma.

"Tuan, apakah anda sudah memeriksa karena dari tadi handphone anda? handphone anda berbunyi."

"Benarkah? Baiklah. Sebentar lagi aku  memeriksanya." Jawab Haruma seraya berjalan menuju jendela.

Pelayan itu pun keluar dari ruangan tersebut setelah ia membungkukkan sedikit badannya untuk memberi penghormatan kepada tuannya. Tidak lama kemudian handphonenya kembali berbunyi dan segera ia mengambilnya.

"Ada apa, Hitase?" tanya Haruma di saat ia mengangkat handphonenya.

"Astaga Haruma, apakah kau tidak ingat jika sekarang ada jam kuliah? Atau jangan- jangan kau sengaja bolos kuliah?"

"Hey... tidak mungkin dengan mudahnya aku menambah absenku. Masalahnya aku baru bangun tidur"

"Baiklah aku percaya. Tetapi Haruma sebaiknya kau segera ke kampus sekarang Karena ada masalah besar yang terjadi lagi."

"Masalah apalagi? Apakah penyerangan terhadap mahasiswa?"

"Kau benar." jawab Hitase

"Ok! Aku akan segera kesana."

***

"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Pak Polisi?" tanya seorang mahasiswa.

"Kami belum bisa memastikannya karena bukti yang ada masih diragukan. Tetapi, kemungkinan besar hasil tersebut menunjuk pelaku yang sama yakni sebuah kelompok yang menyerang Mahasiswa 1 minggu lalu." jelas salah satu polisi.

"Pak Polisi, bagaimana anda bisa mengetahui hal tersebut?" tanya Hitase yang berada di antara mahasiswa lain.

"Kami di sini telah menerima pernyataan dari salah satu korban 1 minggu yang lalu dan apa yang mereka katakan hampir sama. Penyerang tersebut memakai baju hitam dan masker yang menutupi wajahnya. Mereka juga mengatakan kata- kata yang sama dalam penyerangan tersebut. Ehmm, kalau tidak salah mereka mengatakan Allahu Akbar" terang pak polisi.

"Allahu Akbar?"

"Agama apa yang mengatakan kata tersebut?" tanya Hitase.

"Islam, ya. Itu adalah agama Islam." jawab pak polisi.

"Islam?" tanya Haruma yang datang tiba-tiba.

"Haruma? Akhirnya kau datang." Hitase senang.

"Apa benar itu agama Islam?" tanya Haruma lagi dan dijawab dengan anggukan pelan pak polisi.

"Bukankah agama Islam adalah agama milik teroris? Kalau begitu pantas saja mereka melakukan kejahatan, karena mereka beragama tersebut." jelas salah satu mahasiswa.

            "Tetapi, tidak mungkin ada agama yang di dalamnya mengajarkan kejahatan." gerutuHitase yang membuat semuanya mengangguk-ngangguk.

"Ehmm, kita tunggu saja hasil yang sebenarnya. Kami berjanji menanganinya dengan cepat." jelas pak polisi.

***

3 Hari telah berlalu dari kejadian tersebut yang membuat ketegangan seluruh penghuni universitas. Haruma memarkirkan mobil di parkiran kampusnya. la sengaja berangkat lebih awal dari jam kuliah karena ada sesuatu yang harus dilakukan. Ia melupakan semua tugas kuliah yang seharusnya telah dikumpulkannya. Dan semua itu karena berbagi masalah yang selama ini berkecamuk dalam otaknya.

Haruma berjalan pelan menuju ruangan yang berada di lantai 2. Tetapi, langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara sorak- sorakan. Lalu asal suara itu dicarinya sehingga tidak lama kemudian terlihat beberapa mahasiswa melempari seseorang dengan kertas-kertas yang telah mereka remas. Tetapi, seseorang itu tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menutupi wajahnya

dengan kedua tangannya untuk menghindar dari lemparan kertas. Ada yang berbeda dari dirinya, cara berpakaiannya tak sama dengan mahasiswa lain ataupun dengan orang-orang pada umumnya. Karena baju yang ia pakai menutupi semua badan dan rambutnya.

"Hentikan!" perintah Haruma.

Seketika itu pandangan beberapa mahasiswa tertuju pada Haruma dengan pandangan tajam.

"Apa yang kalian lakukan? Tak seharusnya kalian memperlakukan orang lain seperti ini!" jelas Haruma yang sekarang berada di depan seseorang itu untuk melindunginya. Tetapi, seseorang itu pergi begitu saja ketika Haruma datang.

"Seharusnya kami yang bertanya padamu, mengapa kau menghadangi kami untuk membalas perbuatan kelompok yang telah menyerang teman kami? Bukankah kelompok itu adalah muslim dan dia adalah salah satunya? Sekarang dia telah pergi dan berhasil menghindar dari kami." gerutu mereka marah. Haruma menoleh  ke belakang dan ternyata benar seseorang itu telah pergi entah ke mana.

            "Apa kau sengaja melindunginya?" tanya salah satu dari mereka.

"Aku sama sekali tidak melindunginya, hanya saja bukan seperti ini juga cara membalasnya."

"Lalu, apa yang harus kami lakukan, kelompok muslim benar-benar telah membuat kami jerah."

"Apa kalian sangat yakin jika kelompok muslimlah yang melakukan semua ini? Sedangkan hasil pemeriksaannya belum bisa memastikan." jelas Haruma. Sejenak mahasiswa itu terdiam, apa yang dikatakan Haruma itu benar.

***

Dari sekian buku-buku yang telah tertata rapi di perpustakaan, tak juga ia menemukan buku yang diinginkan. Banyak buku yang isinya hampir sama dengan buku yang ia inginkan, tetapi bukan itu yang ia maksud. Walau demikian dengan terpaksa ia tetap membawa buku itu, karena ia yakin sesuatu yang ia cari masih bisa ditemukan di dalamnya.

Setumpukan buku itu ia bawa sendiri dengan hati-hati karena ia tak ingin hal buruk terjadi padanya. Tapi, tidak lama dari itu ada mahasiswa lain yang sengaja menabraknya dan pergi begitu saja. Hingga akhirnya.

Braaaakkk!!! Buku-buku itu jatuh dan berserakan di lantai.

"Uufffh." keluh seseorang itu.

la pun segera mengambil buku-buku tersebut dilantai hingga akhirnya ada seseorang yang mendekatinya.

"Ternyata kau di sini." sapa seseorang itu seraya membantunya membereskan buku-buku itu.

Flashback

"Ayolah, Haruma. Please, ikutlah denganku malam ini. Apa kau tak senang dengan adanya pesta ini?" paksa Hitase yang mengekor di belakang Haruma.

"Tidak Hitase, bukankah aku sudah mengatakan padamu kalau ada banyak tugas yang harus aku kumpulkan." gerutu Haruma. "Kawan, kita hanya pergi sebentar."

"Sebentar atau lama itu sama saja, Hitase." jawab Haruma seraya menghentikan langkahnya ketika ia melihat seseorang yang tak asing baginya berada dalam perpustakaan.

"Ternyata kau di sini." sapa Haruma seraya membantunya, membereskan buku- buku itu. Seseorang itu terkejut dan dengan segera ia menghindar dari Haruma.

"Hey... mengapa kau pergi begitu saja? Bisakah kau berterimakasih pada orang yang telah menolongmu?" jelas Haruma, tetapi ia tak menghiraukannya.

"Hey kau, apa sikapmu itu yang telah diajarkan oleh Tuhanmu?" ketus Haruma sehingga membuat langkahnya terhenti. la pun menoleh ke arah Haruma sehingga Haruma bisa melihat wajah asli orang tersebut. 'sangat cantik' gumam Haruma sendiri.

"Mengapa kau harus menyangkut pautkan Tuhanku?" Gadis itu menatapnya tajam.

"Hahaha... kau marah? Ehm baiklah, maafkan aku. Ini semua karena sikapmu yang aneh dan tak tahu berterimakasih. Kemarin aku yang telah menolongmu dari lemparan-lemparan kertas yang dilakukan Mahasiswa, tetapi kau pergi begitu saja tanpa berterimakasih dan hal itu juga terjadi pada hari ini." jelas Haruma.

"Baiklah, kalau begitu terima kasih atas pertolonganmu untuk kemarin dan hari ini. Permisi..." jelas gadis tersebut meninggalkan Haruma, tetapi dengan cepat Haruma menghalanginya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya gadis itu marah.

"Bolehkah aku bertanya padamu?" tanya Haruma.

"Maaf, aku harus pergi." jawabnya acuh tak acuh.

"Jika pertanyanku menyangkut Tuhanmu? Apa kau tetap tidak menjawab?" Tatapan gadis itu semakin tajam.

"Mengapa tadi kau marah saat aku menyangkut pautkan Tuhanmu? Mengapa kau membelanya? Bukankah Tuhan itu tak pernah ada?" Gadis itu mengerutkan keningnya, ia tak habis fikir tentang pertanyaan tersebut.

"Apa yang membuatmu sangat yakin jika Tuhan itu tak pernah ada?"

            "Karena aku tak pernah merasakan kehadirannya. Jika memang adanya, mengapa la tak pernah berlaku adil padaku.Tuhan mengambil kedua orangtuaku begitu saja dan membiarkanku sendirian selama ini Aku tak mengerti mengapa Tuhan begitu jahat atau bahkan memang benar jika Tuhan tak pernah ada."

"Asal kau tahu, kepergian kedua orangtuamu sudah menjadi takdirnya, sedangkan kau hanya terlalu larut dalam kesedihan dan kemarahan sehingga kau tak pernah merasakan kehadiran Tuhan. Apa kau tidak bisa berfikir bagaimana tuhan itu tidak ada, padahal dunia ini sangat nyata adanya."

"Hey kau, bukankah dari awal dunia ini memang ada?" ejek Haruma.

"Memang, tetapi adanya sesuatu itu pasti ada penciptanya kan..? Tidak mungkin ia ada dengan sendirinya dan kau... Apa tak bisa berfikir tentang hal itu? Aku tahu selama ini hatimu selalu gelisah. Karena kau tak punya sandaran dalam hidupmu dan sandaran yang sebenarnya adalah Tuhan. Benarkan?" jelas gadis itu seraya meninggalkan Haruma.

Haruma terdiam sejenak. Sebenarnya ia mengiyakan semua perkataannya.

***

12.00 pm.Tombol keyboard laptop berwarna putih berulang kali ia pencet. Ada sesuatu yang sangat ingin ia ketahui, muslim. Setelah semua bukti telah terungkap. Ternyata muslim bukanlah pelaku peristiwa kejahatan tersebut. Hanya saja mereka orang-orang yang membenci Islam dengan sengaja menyamar menjadi muslim, agar nama muslim menjadi kotor.

Telah tertera kata-kata muslim di layar laptop tersebut. Ia ingin mengetahui lebih luas mengenai Tuhan yang disembah muslim. Dan terlihatlah air mata yang berjatuhan setelah ia membaca arti dan beberapa ayat kitab suci milik muslim. Sesuatu yang selama ini tak pernah ia ketahui.

-(Dialah) Tuhan timur dan barat. Tidak ada Tuhan selain dia. Maka jadikanlah Dia sebagai Pelindung. (QS. Al-muzammil ayat: 9).

1) Katakanlah ()." Dialah Allah yang Maha Esa. 2) Tempat meminta segala sesuatu. 3) (Allah) tidak beranak dan tidak pula di peranakkan. 4) Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (Qs. al-ikhlas ayat: 1- 4).

1) Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu (*) tentang aku, maka sesungguhnya aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia berdo'a kepadaku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)ku, dan beriman kepadaku, agar mereka memperoleh kebenaran. (QS. Al-Baqarah ayat: 186).

"Astaga... Kebenaran inikah yang Ibu dan Ayah maksud?" gumam Haruma.

"Tuan Haruma, mengapa anda belum tidur?" tanya pelayannya yang datang tiba- tiba sehingga membuatnya kaget.

"Anda menangis, Tuan?" tanyanya lagi ketika melihat Haruma menghapus air matanya.

"Ah... Tidak." jawabnya pelan. "Baiklah, kalau begitu saya permisi, Tuan."

"Sebentar, ehm. Apa kau tahu tentang agama Islam?" tanya Haruma.

"Islam?" Pelayan itu kaget.

"Ya, Islam. Kau tahu? Tuhan Islam membuatku Sangat ingin lebih mengenalnya."

"Tuan, apa anda benar-benar ingin mengetahui Islam?" tanya pelayan seraya menangis.

"Ya, kau benar. Tetapi, mengapa kau menangis? Apa ada yang salah?"

"Tidak, Tuan. Ini adalah suatu keajaiban. Sepertinya anda mulai menemukan kebenaran dan saya sangat siap untuk memperkenalkan kepada anda tentang Islam."

"Tetapi, bagaimana bisa kau telah mengenal  Islam? Atau jangan-jangan sebenarnya kau adalah..."

"Muslim, Tuan. Saya adalah penganut agama Islam."

"Benarkah? Lalu, mengapa selama ini kau menutupinya? Apa kau takut jika aku akan mengusirmu?" Pelayan itu hanya menunduk ragu.

"Tenanglah, aku tidak akan pernah bisa mengusirmu. Tetapi kau harus membantu dan meyakinkanku jika Tuhan itu ada, Tuhan Islamlah yang sebenarnya?"

            "Saya berjanji, Tuan." jawabnya senang.

***

07.00 am. Gadis berhijab itu berjalan pelan menyusuri indahnya pohon-pohon bunga sakura. Beberapa bunga sakura ia petik dan menggenggamnya, lalu di rangkai sehingga terlihat lebih indah.

"Yui..!!!" Tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

"Ayah..?" jerit Yui senang seraya memeluk ayahnya.

"Bagaimana kau berada di sini sendirian? Ini terlalu bahaya untukmu, Nak."

"Tidak Ayah, aku baik-baik saja karena tidak ada yang berani padaku." kata Yui yakin.

"Ehm, kau ini." Ayahnya tersenyum.

"Ayah, apa Ayah tak bekerja? Dan jika Tuan Ayah tahu Ayah berada di sini, apakah dia tak akan marah?"

"Tidak, Yui. Dia tidak akan marah karena Ayah kesini bersamanya. Nah, itu dia. Dia adalah Tuan Ayah"  Ayah Yui menunjuk pada seorang pemuda yang berjalan ke arah mereka. Sejenak mimik wajah Yui menandakan ketidakpercayaannya pada seseorang yang ia lihat.

"Kau?" gerutu Yui kaget ketika ia berada di depannya.

"Tuan Haruma, sebagaimana yang telah saya ceritakan tentang keluarga kecil saya dan ini adalah putri saya, dia namanya Yui Aragaki."

Yui tak berkutik. Dirinya tak percaya ia sudah dengan apa yang ia lihat. Sedangkan Haruma menahan tawa, sebenarnya ia sudah mengetahui  siapa gadis muslim yang ada hadapannya setelah pelayannya menceritakan semua tentang keluarga kecilnya.

Anak gadis pelayannya yang ia ceritakan, ciri-cirinya hampir sama dengan gadis asing di kampusnya. Apalagi pelayannya mengatakan kalau Haruma dan anak gadisnya berada di Universitas yang sama. Yui masih juga tak berkutik apalagi di saat Haruma memperkenalkan dirinya dan menyatakan sesuatu yang membuat Yui senang dan kagum padanya.

"Assalamu'alaikum, Yui Aragaki. Perkenalkan namaku Haruma Hamada dan aku adalah muslim” jelas Haruma seraya tersenyum.

 

Posting Komentar untuk "I’m a muslim in Tokyo"